Kadaluwarsa Dokumen Koalisi Pilpres

oleh -
indra-j-piliang
Indra J Piliang. (gardaberita.com/dok)

***

Jika demikian, apa makna dari risalah perjanjian kerjasama antara sejumlah partai politik yang mengusung pasangan Capres dan Cawapres ketika tahapan Pilpres dimulai?

Dokumen politik biasa atau bisa masuk dalam wilayah hukum perdata?

Kalau begitu luasnya dimensi kenegaraan yang dipengaruhi dokumen itu, minimal risalah itu menjadi bagian dari subjek hukum, bukan lagi politik ala ‘lidah ular’ yang bisa berubah ketika mendesis. Ular mendesis tentu bukan tanpa sebab, tak juga setiap waktu, sebagaimana ludah politisi menyembur. Seyogianya, dokumen kerjasama antar partai politik menjadi sumber dari ‘semburan’ ludah politisi. Dokumen itu bukan saja bisa dijadikan subjek hukum perdata, bahkan sekaligus pidana. Artinya, kalau ada pihak yang melanggar begitu saja dari isi dari dokumen kerjasama (baca: perjanjian) itu, misalnya secara sepihak menyatakan tak terikat lagi, tentu bisa dijatuhkan sanksi. Pihak yang menentukan sanksi tentu saja bukan mereka yang menjalin kerjasama dalam dokumen itu, tetapi lembaga di luar para pihak. Sebut saja lembaga arbitrase yang bersifat ad hoc. Tentu bukan Mahkamah Konstitusi yang berada dalam ranah yudikatif.

Baca Juga;  Daftar Raihan Suara Parpol. 8 Tembus Ambang Batas 4 Persen

Sungguh sangat janggal, ketika tim pemenangan masing-masing Capres – Cawapres seolah sudah dibubarkan dalam acara berbuka bersama. Bagaimana mungkin tim kampanye resmi bubar, sementara tim hukum yang menjadi bagian dari organisasi pemenangan, masih ‘bertarung’ di dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Surat kuasa sebagai tim hukum tentu tidak bisa diberikan oleh Capres – Cawapres yang menjadi peserta Pilpres. Surat kuasa baru dinyatakan sah, ketika ditanda-tangani oleh tim kampanye resmi yang diserahkan kepada KPU. Begitu juga tim pembela (pengacara), saksi dan saksi ahli yang dihadirkan ke dalam arena persidangan Mahkamah Konstitusi, tentu berasal dari surat kuasa yang dikeluarkan Tim Hukum dari Tim Kampanye resmi.

Baca Juga;  Ketua dan Komisioner KPU Jalani Sidang Pemeriksaan

Tindak-tanduk yang dilakukan baik oleh partai politik yang hendak bergabung dengan pemerintahan, ataupun ‘tawaran’ dari pihak pemenang, sungguh membuat narasi pendidikan politik bangsa Indonesia bergelemak-peak.

Bagaimana bisa warga negara memiliki wawasan kenegaraan yang cukup, apalagi bertambah, dalam dimensi politik, ketika tak ada acuan yang bisa dijadikan pegangan?

Para ahli yang mendapatkan ilmu pengetahuan di bangku akademik saja kebingungan, apalagi warga negara biasa yang berjibaku dengan kehidupan yang semakin sulit dan bikin sembelit.

Baca Juga;  Pendaftaran PTPS Dibuka. Ini Syarat & Ketentuan Daftar PTPS

Padahal, dalam perspektif yang lebih luas, kadaluwarsa kerjasama partai politik sesungguhnya berlaku selama lima tahun. Bukan saat pemilu saja, atau setelah anggota legislatif atau Presiden dan Wapres Terpilih dilantik. Sebab dalam dokumen resmi tim kampanye yang diserahkan kepada KPU, tertulis angka 2024-2029. Mau tidak mau, partai politik yang berada dalam dokumen pengusungan Capres – Cawapres, tak bisa seenak perut berpindah wadah, sebelum lima tahun. Kalaupun itu dilakukan, adendum atas dokumen kerjasama yang sudah diserahkan kepada KPU wajib dilakukan. Koperasi Ternak Jangkrik saja perlu memperbarui dokumen yang mengikat mereka, apalah lagi setingkat partai politik.

Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024